IS IT A GOD’S WILL?



Tak terasa sebulan lebih semenjak masa pengumuman salah satu momen penting dalam hidupku telah berlalu. Semenjak hari pengumuman itu hingga saat ini, aku merasa cukup menikmati setiap aktivitas harian yang kujalani. Entah yang berhubungan dengan kegiatan akademikku atau tidak. 

Mungkin banyak orang selalu mempertanyakan “Jadi apa kau sekarang di ‘organisasi’mu?” dan aku hanya dapat tersenyum mendengar pertanyaan itu. Hal yang selalu aku ucapkan adalah “Cukup jadi warga yang baik sajalah. Membantu di ‘organisasi’ tak harus selalu dengan sebuah jabatan.” Meskipun aku menyadari ada porsi tanggung jawab yang berbeda saat engkau menjadi ‘sesuatu’ atau tidak di ‘organisasi’mu. Semakin besar amanah yang kau emban, maka semakin besar pula tanggung jawab yang harus kau pikul. Dan mungkin saat aku berkaca dan memantaskan diriku untuk mengemban amanah tersebut, aku merasa belum pantas untuk ada di posisi tersebut. Dan aku yakin ‘dia’ lah orang yang tepat untuk memimpin organisasi yang menaungiku selama 2 tahun ini. 

Tapi aku tetap bersyukur, dibalik semua kegagalan ini ada nikmat yang selalu Tuhan berikan. Ya aku sadari mungkin posisi itu bukanlah jalanku. Bukan kehendak yang Tuhan inginkan terjadi atas hidupku.

Namun semenjak aku menjalani suatu momentum titik balik hidupku tadi, aku merasa ada banyak hal yang membuatku layaknya menjadi sebuah magnet bagi banyak orang. Bukannya sombong tapi aku merasa ada banyak orang yang datang kepadaku dan mulai menawarkan banyak kesibukan dan hal positif lain yang dapat kujalani. Aku selalu menganggap mereka datang karena memiliki kepentingan atas diriku. Di kehidupanku yang sekarang, hanya segelintir orang yang kupercaya benar-benar berhubungan denganku secara tulus adalah sahabat-sahabat terbaikku dan pacarku. Selain itu, aku merasa hidupku tak pernah lepas dari unsur politik. Cukup epic. Orang mendekat padamu karena mereka memiliki kepentingan atasmu. Tak ada lawan atau kawan yang abadi. Itulah dinamika politik hidup yang kurasakan.
Berbagai aroma politik dalam kehidupan yang kurasakan semenjak masa kegagalanku menjadi ‘sesuatu’ adalah dengan banyaknya tawaran yang kudapatkan terkait jabatan di dalam maupun luar organisasiku. Pertama, seorang teman merekomendasikanku pada seseorang untuk mengemban suatu jabatan di kepanitiaan terpusat kampus dan sempat membuatku sangat bimbang. 

Aku ingin mengambil kesempatan itu tapi aku juga punya tanggung jawab akademik yang harus kukerjakan dan aku lebih memilih memprioritaskan tanggung jawab akademikku ini karena inilah rencana yang telah kubangun sejak dulu. Lalu, seorang sahabat memintaku untuk membantunya menjadi penanggungjawab dari organisasiku atas suatu kegiatan di kampus dan kurasa tak ada salahnya aku membantunya. Kurasa hal itu pun akan sangat menambah pengalamanku tentang dunia sosial masyarakat yang mulai kugemari. Hingga kini, dalam sekejap beberapa pihak mencoba berbincang kepadaku dan menawarkan beberapa amanah yang dapat kuambil. 

Pertama, amanah dalam organisasiku untuk menjadi pimpinan dalam suatu acara besar. Sebenarnya aku sangat tertarik dengan kesempatan ini. Akan tetapi, ada hal yang harus kukorbankan dan sangat sulit bagiku untuk benar-benar mengorbankannya. Aku telah berjanji kepada seorang teman untuk menjadi “partner” baginya dan aku tak mungkin begitu saja meninggalkannya. Aku tak ingin menjadi seorang yang ingkar janji. Itulah prinsipku. 

Namun aku menyadari aku butuh mengembangkan kapabilitas diriku. Hal itu telah membuatku berpikir cukup keras di saat aku merasa ingin menikmati hidupku yang sedang berjalan dengan santai tanpa ada krisis. Kemudian, dalam selang waktu yang tak lama tawaran lain menghampiriku. Mungkin memiliki bargaining position dengan tawaran pertama tadi. Seseorang menanyakan apakah aku mau direkomendasikan menjadi seorang “pejabat/petinggi” kampus Ganesha ini. Wow, sebenarnya aku sungguh amat sangat heran kenapa terbesit namaku di otaknya untuk merekomendasikan aku atas jabatan itu. Sementara, aku merasa aku benar-benar tak memiliki kemampuan untuk bergabung dengan lembaga eksekutif di kampus ini.
Huft, sungguh pilihan yang sangat sulit. Antara keinginan untuk memegang janji atau godaan untuk dapat mengembangkan diri dan memiliki keaktifan di luar organisasiku. Inikah jalan lain yang sebenarnya ingin Tuhan tunjukkan padaku? Aku tahu, aku tidak boleh gegabah memutuskan ini karena ini menyangkut masa depanku di kampus ini. Terlebih masaku di kampus ini semakin terbatas hanya tersisa satu tahun lagi (amin). Sampai saat ini aku belum tahu manakah kehendak yang Tuhan inginkan terjadi atas hidupku. Namun satu hal yang aku percaya apapun yang kupilih biarlah itu memang sesuai dengan kehendakNya dan menjadi keputusan terbaik dalam hidupku.
“Keputusan tak hanya berbicara mengenai hal positif dan sikap optimis yang akan kau raih tapi berpikir jugalah tentang kemungkinan negatif yang akan kau dapatkan”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YAKIN BERHIJAB?

KEMAHASISWAAN ITB DI MATA NYOMAN ANJANI: SANG PEMIMPIN PERGERAKAN MAHASISWA ITB

EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEBAGAI BENTUK PENJAJAHAN KAPITALIS ASING DI ERA MODERN