Postingan

YAKIN BERHIJAB?

Tulisan ini saya sampaikan bukan untuk menggurui teman-teman sekalian mengenai kewajiban sebagai wanita Muslim memakai hijab, namun saya yang masih jauh dari sempurna hanya ingin berbagi pengalaman saya saat memutuskan berhijab. Pada awalnya, saya memandang hijab menjadi batasan bagi penampilan saya. Saya tidak akan bisa lagi menggunakan berbagai pernak-pernik seperti pita rambut atau anting lucu. Selain itu, saya juga tidak bisa sembarangan memilih model baju untuk dikenakan. Terlebih lingkungan keluarga saya memiliki latar belakang keyakinan cukup beragam yang menjadi salah satu alasan saya memilih tidak menggunakan hijab. Padahal dari awal pernikahan, suami saya sering menanyakan kapan saya akan mulai belajar menggunakan hijab. Namun seringkali saya hanya mengiyakan saja dan meminta menunggu hingga saya benar-benar yakin. Sebab memakai hijab bukan sebuah keputusan main-main bagi saya. Saat saya sudah memutuskan untuk berhijab, maka saya tidak mungkin suatu saat akan melepaskan

TITIK BALIK

Pernahkah kamu bertanya tentang apa yang kamu yakini? Pernahkah kamu meragukan apa yang kamu imani? Ada suatu masa saya bertanya tentang siapa Tuhan sebenarnya, bagaimana bisa Tuhan disebut Esa ketika manusia bahkan mengenal Tuhan dengan berbagai macam keyakinan yang berbeda Lalu, apakah agama sebenarnya? Bagaimana agama tercipta di muka bumi? Mengapa manusia harus dikotakkan dalam agama, ras dan suku yang berbeda sementara itu hanya menimbulkan perbedaan paham, perselisihan hingga konflik yang tak henti Bukankah Tuhan mencintai kedamaian? Saya berupaya mencari jawaban atas setiap kegundahan Namun, ternyata jawaban itu tidak didapatkan dari pemikiran orang lain Tapi, justru ditemukan dalam hati kecil saya Ketika saya merasa sangat hampa, benar-benar jauh dari Tuhan hingga hidup hanya penuh dengan kekhawatiran justru saya menemukan momen indah mengenal hal baru dalam hidup saya Lalu, saya menyadari bahwa itulah titik balik dalam hidup saya Ketika saya t

MENUJU MANUSIA SEPEREMPAT ABAD

Di balik jendela kereta sore ini Aku menatap hamparan bukit kapur, jembatan dan rerumputan hijau terbentang didepanku Begitu banyak cerita yang ingin kubagi denganmu Tapi sayang tak kudapati dirimu disampingku Hanya sekerumunan orang   lainyang sekejap datang dan pergi tanpa aku kenal Lalu aku berusaha mengusir sepiku Dengan menggali dalam ingatan tentang suatu masa Saat kita sedang berbincang   hangat ditemani kopi tubruk Bali Kintamani kesukaanmu dan es kopi susu favoritku Aku mulai bertanya dengan pelan padamu Sayang, apakah kamu bahagia dengan hidupmu saat ini? Kulihat kau dengan yakin mengangguk dan mengatakan ‘iya’ Tampak jelas kejujuranmu saat kulihat kedua bola matamu yang berbinar menatap lekat padaku Kemudian kau berbalik melemparkan pertanyaan yang sama padaku Apakah aku bahagia dengan hidupku? Mulutku seakan tertutup rapat sekian detik Hingga aku berusaha menjawabmu dengan sebuah senyuman Bukan aku tak bahagia Bukan pula aku sedang

BERKOMPROMI DENGAN ASA

Sewaktu saya duduk di bangku SMP, saya bercita-cita menjadi seorang arsitek. Kemudian saat duduk di bangku SMA, saya memilih ITB sebagai universitas tujuan untuk mencapai cita-cita saya. Namun, kemudian cita-cita saya mulai berubah saat saya duduk di kelas 3 SMA. Saya mulai tertarik untuk mengambil kuliah Perencanaan Wilayah dan Kota di ITB dan berkeinginan suatu saat untuk menjadi Walikota Solo. Bahkan keinginan tersebut, pernah saya sampaikan di kelas 7Habbits saat saya menjadi mahasiswa baru ITB. Bagi saya, motivasi terbesar saya saat itu adalah “bangun ndeso, bali ndeso” atau “kembali ke daerah asal, untuk membangun daerah asal”. Setelah mulai mengenal dunia kerja praktik, saya mulai membuka pemikiran terhadap dunia kerja pemerintahan di Pusat. Saya pun mulai tertarik untuk membangun awal karir di dunia birokrasi Pusat dan berpikir bahwa untuk menjadi seorang kepala daerah, saya harus memiliki pengetahuan yang komprehensif terkait sistem kerja pemerintahan di Pusat da

JARAK

Jarak menjadi batas kerinduan yang menghampiri pukul 02.48 dini hari Rasanya aku ingin kantuk segera datang menghampiri Tapi entah mengapa dia berjalan begitu lambat kali ini Ah, sial ternyata merindu bukan perkara biasa saja Terkadang aku begitu egois padamu hanya karena aku tak bisa menahan perasaan ingin ada di dekatmu Rasa cemas campur aduk menghantuiku tatkala kulihat notifikasi tanda bahaya datang di tempatmu Kau selalu meyakinkanku bahwa ini adalah panggilanmu tugas yang harus kau emban untuk negara ini Namun seringkali kuhanya menanggapinya dengan keskeptisanku Merasa bahwa mereka tak bisa berlaku semena denganmu Tapi saat kutahu ada yang membutuhkanmu disana Ku belajar menahan egoku mengerti bahwa hidup ini tentang berbagi dan menolong bukan hanya mengejar kebahagiaan kita Tiga minggu sudah kulalui jalanan Jakarta di pagi dan sore hari tanpamu Menyelip diantara mobil-mobil pribadi yang lalu lalang sudah jadi keahlianku kini Mengejar waktu di tengah kemaceta

PERKARA MENJADI DEWASA

Dek, Akhirnya kini tiba waktumu merasakan bagaimana proses berjuang menjadi manusia dewasa Kalau menurut ketentuan negara kita, memang kau sudah terbukti secara legal sebagai manusia dewasa Kau telah mendapatkan identitas kependudukanmu dan kau telah memiliki hak untuk memilih siapa pemimpinmu Namun tahukah kau, perkara menjadi dewasa bukan sekedar sampai disitu Sesungguhnya ada hal yang kini lebih penting untuk membentuk dirimu menjadi manusia dewasa Menentukan pilihan kemana kau akan menapakkan kakimu selanjutnya Kau harus memilih saat ini Memilih mau jadi apa kau nanti Mau kau bawa kemana setiap impianmu Apakah kau memang punya ambisi untuk mengejar mimpimu Jangan sampai kau hanya gantungkan hidupmu pada saran orang lain Bukan mereka yang berkuasa atas hidupmu tapi kau sendiri yang harus paling tahu apa maumu dan kebutuhanmu Aku tak bermaksud mengguruimu karena aku lebih tua Umurku bukanlah indikator yang menunjukkan aku telah menjadi manusia dewasa yang paripurna

SERINGKALI

Seringkali aku datang padaMu Hanya karena hidup dipenuhi dengan berbagai masalah yang pelik Akan tetapi, seringkali aku juga lupa tuk datang Di saat kudengar gema seruan namaMu yang menghimpun kami tuk datang padaMu Seringkali aku berdoa sujud menghadapMu Hanya karena aku telah lelah dengan cemoohan mereka di sekitarku Namun, seringkali pula aku lupa tuk datang Di saat roda hidupku sedang ada di atas awan dengan kumpulan berkat dan rizki yang berlimpah Seringkali dan seringkali, Rinduku padaMu berubah tak menentu Niatku menghadapMu naik turun tak pasti Akan tetapi, seringkali dan seringkali Aku masih saja bisa merasakan setiap berkatMu Merasakan setiap kebaikanMu Mendapatkan bahagiaku Duh, seringkali dan seringkali Aku khilaf dan bertobat Aku luput dan mohon ampun Aku tersesat dan mencari jalan pulang Seringkali dan seringkali Kapan aku bisa mencapai konsistensi?