Kisah Sang Supir Kopaja dan Seorang Kernet Dadakan
Selasa, 5 Januari 2015
Pagi ini saya
berangkat ke kantor seperti biasa dengan menggunakan kopaja jurusan Blok
M-Tanah Abang. Beberapa saat saya telah duduk di dalam kopaja, saya mulai
bingung karena tidak ada kernet yang menarik uang bayaran. Kemudian saya
melihat ada seorang perempuan yang menyerahkan dua lembar uang dua ribuan
kepada sang supir kopaja. Akhirnya saya mengikuti langkah perempuan tersebut
untuk menyerahkan uang bayaran kepada sang supir.
Sesaat kemudian,
saya mulai berpikir apabila kopaja ini mulai ramai, bukankah akan semakin sulit
bagi para penumpang untuk membayar dan juga sulit untuk supir memeriksa apakah
semua penumpang telah membayar. Bisa saja ada penumpang yang berbohong dan
dapat menikmati fsilitas kopaja tanpa membayar. Ah, semoga saja tidak ada
masyarakat yang seperti itu. Kasihan sekali negara ini jika semua masyarakat
dari kalangan pejabat hingga rakyat biasa sudah memiliki mental korup.
Memasuki Jalan
Sudirman, kondisi kopaja sudah penuh sesak dengan puluhan penumpang yang
berjejal di dalam bus reyot ini. Tiba-tiba saya mendengar sebuah suara wanita
yang berseru nyaring menarik penumpang untuk masuk ke dalam kopaja. Dalam hati,
saya berpikir bahwa kernet kopaja telah ada. Namun betapa terkejutnya saya,
ketika sang empunya suara menghampiri supir kopaja dan memberikan uang bayaran
penumpang, saya lihat penampilannya bukan seperti kernet pada umumnya. Wajahnya
terlihat dipoles dengan make up yang agak tebal dan pakaiannya cukup rapi
dengan padanan kemeja lengan panjang serta jeans. Saat sang wanita memberikan
seluruh uang bayaran penumpang kepada sang supir, ternyata sang supir berbaik
hati memberikan imbalan kepada wanita tersebut. Disinilah saya menemukan sebuah
hal yang luar biasa. Wanita tersebut menolak imbalan dari sang supir.
Oh, betapa
terkejutnya saya pada era saat ini masih ada sesosok orang baik yang ikhlas
menolong sesamanya tanpa mengharap imbalan. Meskipun mereka sama-sama tak
saling mengenal, sang supir pun bukan sosok orang kaya, tapi dia tetap mau
berbagi rejekinya dengan orang lain yang telah membantu.
Sungguh betapa
indah saya melihat sebuah gambaran nyata kehidupan masyarakat biasa yang saling
tolong menolong. Dapatkah para petinggi negeri ini meniru keteladanan dari
rakyatnya tersebut? Bukan mereka justru saling menghancurkan dan mematikan satu
sama lain. Mengapa harus mengejar harta dunia yang tidak akan dibawa mati?
Bukankah lebih baik kita saling berlomba melakukan kebaikan untuk sesama yang
menjadi amalan sesungguhnya.
Saya menulis
bukan ingin menasehati para pembaca blog saya. Saya hanya ingin berbagi
inspirasi yang menggetarkan hati saya dan membuat saya berpikir kembali
mengenai makna kehidupan. Saya juga orang biasa yang masih belajar menjadi
insan yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar