BERKOMPROMI DENGAN ASA



Sewaktu saya duduk di bangku SMP, saya bercita-cita menjadi seorang arsitek.
Kemudian saat duduk di bangku SMA, saya memilih ITB sebagai universitas tujuan untuk mencapai cita-cita saya.

Namun, kemudian cita-cita saya mulai berubah saat saya duduk di kelas 3 SMA. Saya mulai tertarik untuk mengambil kuliah Perencanaan Wilayah dan Kota di ITB dan berkeinginan suatu saat untuk menjadi Walikota Solo. Bahkan keinginan tersebut, pernah saya sampaikan di kelas 7Habbits saat saya menjadi mahasiswa baru ITB. Bagi saya, motivasi terbesar saya saat itu adalah “bangun ndeso, bali ndeso” atau “kembali ke daerah asal, untuk membangun daerah asal”.

Setelah mulai mengenal dunia kerja praktik, saya mulai membuka pemikiran terhadap dunia kerja pemerintahan di Pusat. Saya pun mulai tertarik untuk membangun awal karir di dunia birokrasi Pusat dan berpikir bahwa untuk menjadi seorang kepala daerah, saya harus memiliki pengetahuan yang komprehensif terkait sistem kerja pemerintahan di Pusat dan Daerah.

Dari awal ketertarikan tersebut, akhirnya membawa saya bekerja di Kementerian PUPR hingga saat ini dan mulai mengubah tujuan untuk menjadi kepala daerah. Saya mulai berpikir untuk menjadi PNS di Pusat saja dengan melihat dari peluang yang sangat minim untuk bekerja di Solo sebagai lulusan PWK. Terlebih sebagai seorang fresh graduate saat itu yang melihat berbagai ketidakidealan di sekitar lingkungan kerjanya, hingga berpikir cara untuk melakukan perubahan yang akan sangat mustahil apabila hanya seorang diri dan tanpa status jabatan tertentu.

Bagi saya, untuk melakukan perubahan, saya harus menjadi seorang decision maker di Kementerian PUPR. Hingga akhirnya, saya memutuskan untuk mendaftar CPNS pada tahun 2017. Saat itu, saya memutuskan untuk berkarir di Kementerian PUPR bahkan memiliki cita-cita menjadi Eselon 1 dengan beberapa teman agar saat tiba dimana angkatan kami yang akan menjadi decision maker, maka kami dapat bersama melakukan perubahan.
Namun tenyata, Tuhan berkehendak lain. Saya gagal lolos seleksi CPNS. Tapi, hal tersebut tak mengurungkan niat saya untuk kembali mendaftar CPNS di tahun ini. Hanya, saya menyadari seiring waktu dan seiring perbedaan kondisi saat ini, ada banyak hal yang menjadi kompromi untuk mengejar cita-cita menjadi seorang pemimpin, yaitu KELUARGA.

Seorang kawan pernah berkata kepada saya, “Kamu bisa mengejar karir kamu setinggi mungkin hingga menduduki jabatan tinggi, tapi saat kamu tak lagi mendudukinya, orang-orang di sekitarmu tak lagi akan menghormatimu seperti dulu, mereka bisa mencampakkanmu begitu saja bahkan membuatmu turun dengan cara apapun, tapi hanya keluarga yang akan selalu ada di dekatmu hingga kamu mati”.

Sebuah nasehat sederhana, tapi sangat menampar bagi saya. Saya yang dulu selalu berkeinginan mengejar karir setinggi mungkin, mulai mendapatkan perspektif baru. Boleh saja saya sebagai perempuan berkarir, apabila memang itu sebagai bentuk aktualisasi diri dan suami juga mendukung, tapi jangan sampai melupakan keluarga sebagai prioritas utama.

Akhirnya, saat kalian tanya, cita-cita saya saat ini apa?

Menjadi PNS yang bekerja 8 jam sehari dan menghabiskan 16 jam lainnya untuk suami dan anak-anak kami nanti. Atau mungkin tak harus menjadi PNS, namun menemukan ruang aktualisasi diri lain, yang tidak akan mengganggu kewajiban saya sebagai istri dan ibu.

Mengapa semua bisa berubah sedrastis ini?

Saat telah menikah, saya menyadari bahwa visi hidup saya bukan hanya tentang saya. Tapi tentang visi hidup kami (suami dan saya) bagaimana kita membangun keluarga ke depan. Ini bukan tentang pengorbanan, tapi bagi saya adalah menentukan hal yang membuat kita lebih bahagia untuk menjalaninya.

Apakah yang membuat kalian lebih bahagia? Ya, Pilihlah itu

Satu penutup sederhana dari saya, kebahagiaan itu kita yang membuat, bukan ditentukan oleh siapapun. Jangan pernah ragu memilih sumber kebahagiaan kalian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YAKIN BERHIJAB?

KEMAHASISWAAN ITB DI MATA NYOMAN ANJANI: SANG PEMIMPIN PERGERAKAN MAHASISWA ITB

EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEBAGAI BENTUK PENJAJAHAN KAPITALIS ASING DI ERA MODERN