PERFEKSIONIS

Melankolis. Sanguinis. Sungguh dua perpaduan kepribadian yang aneh. Namun inilah kenyataan yang ada pada diriku. Dua campuran yang memiliki porsi sama dalam diriku. Tapi teman-temanku tak pernah mengira kepribadian melankolisku ini karena aku selalu menyembunyikannya dibalik sikap sanguinisku. Dan mungkin inilah "citra" yang ingin kutampilkan di depan mereka.
Namun satu hal yang mungkin agak terlihat di mata mereka adalah sikap perfeksionisku. Hal ini masih mendominasi kehidupanku. Entah dalam hal akademik, pergaulanku ataupun kehidupan percintaan mungkin hahaha... Terkadang aku merasa memang benar aku selalu merasaa menyesal atau lebih tepatnya kecewa jika aku mengetahui apa yang aku kerjakan tidak mendapat hasil yang terbaik dan aku mengetahui orang lain mendapatkan yang lebih baik. Akhirnya, kadang aku kurang mensyukuri apa yang telah aku terima. Yap, melalui perkataan seorang teman baikku kemarin aku tersadar memang aku kurang bersyukur dengan apa yang telah aku dapat (dalam konteks akademik yang kubahas dengannya kemarin). Aku tidak pernah melihat masih banyak orang-orang yang kurang beruntung dibanding aku. Tapi, egoku kembali sedikit menentang. Apa salah sikapku ini? Bukankah itu justru baik saat aku merasa memiliki saingan sehingga aku dapat memacu diriku sendiri untuk dapat mencapai hasil yang lebih baik lagi. Namun dalam hati, justru aku diingatkan bukankah hal tersebut juga mampu membuatku tidak menyadari anugrah yang sudah Tuhan berikan. Ya seperti istilah "rumput tetangga selalu tampak lebih hijau". Ah Tuhan mungkin benar kata temanku itu aku terlalu berambisi untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dalam hidupku. Dan mungkin saat aku jatuh, aku akan sulit menerima keadaanku. Padahal Engkau menciptakan roda kehidupan selalu berputar dan bisa saja suatu saat aku dapat mengalami kegagalan dalam hidupku.
Akhir-akhir ini aku merasa beberapa teman sering mengkritik tentang sikap perfeksionisku ini dan mereka adalah teman dekatku memang. Baru saja kemarin aku bercakap dengan seseorang yang telah kuanggap sebagai kakak. Dan dia membawa alur pembicaraan ke kehidupan pribadi yang terkadang membuatku bosan dan malas karena akhirnya aku akan memikirkan hal tersebut dan merenungkannya. Tapi yasudahlah kadang pula memang aku perlu bercerita tentang apa yang kurasakan. Masalah cinta. Hal yang mungkin membuatku bisa gelisah (mencoba menghindari kata galau yang terkesan labil bagiku hehe). Intinya, di akhir pembicaraan dia mengomentari pola pikirku yang terlalu perfeksionis masalah pasangan hidup. Aku ingin pasangan yang seiman denganku. Lalu apa yang salah dengan pemikiranku ini? Ya, aku memang tahu Tuhan itu satu dan hanya manusia yang menyembahNya dengan cara yang berbeda. Tapi itulah prinsipku dan tidak ada satupun yang bisa mengubahnya. Aku lebih tahu tentang diriku dan apa yang terbaik untukku dan orang tuaku. Namun jika aku kembali melihat realita, hingga sekarang pun memang benar aku belum juga menemukan orang yang tepat menurutku. Apakah itu karena sikap perfeksionisku dalam mencari pasangan? Ah, aku pikir mungkin memang belum waktunya aku menemukan tulang rusukku itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YAKIN BERHIJAB?

KEMAHASISWAAN ITB DI MATA NYOMAN ANJANI: SANG PEMIMPIN PERGERAKAN MAHASISWA ITB

EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEBAGAI BENTUK PENJAJAHAN KAPITALIS ASING DI ERA MODERN