Politik itu Kejam Tergantung Penguasanya
“Calon
KAPOLRI ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK”. Itulah sebuah headline berita di salah satu stasiun TV
swasta yang menemani santap sore saya hari ini. Muak rasanya saya sebagai
masyarakat terdidik bangsa ini hanya terus mendengar kecemaran para pejabat
bangsa ditampilkan secara luas kepada khalayak publik. Pantas saja banyak orang
tua tak ingin anaknya masuk ke dunia politik jika yang mereka konsumsi setiap
hari hanya tontonan tentang orang-orang terhormat pimpinan negeri ini yang
harus berurusan dengan KPK dan berakhir di jeruji besi. Kecuali jika bapak
ibunya adalah petinggi partai atau sudah mengenyam karir di dunia politik, tak
apalah kalau anaknya menjadi politikus untuk meneruskan generasi politikus di
keluarganya.
Jika
saya saat ini telah menjadi orang tua, saya justru tak ingin menjadi orang tua
yang skeptis. Kalau anak saya ingin berkarir di dunia politik, ya silahkan
saja. Berkarirlah dengan benar dan takut akan Tuhan. Luruskan tujuan memang
untuk menjadi abdi negara. Namanya abdi negara berarti harus bisa rendah hati
melayani negaranya. Bukan justru membanggakan keangkuhan dan sikap arogan dan
selalu minta dilayani. Itulah mental yang salah.
Saya
juga yakin tak semua pejabat negeri ini kejam. Jika semua pejabat negara ini
kejam, maka Indonesia tak akan mencapai umur 59 tahun seperti saat ini. Negara
telah hancur dari dulu karena mental para penguasa yang menyengsarakan rakyat
saja. Saya masih sangat yakin ada pejabat yang masih takut akan Tuhan. Bagi
saya, koruptor itu bahkan lebih parah daripada seorang atheis. Orang atheis itu
tak percaya dengan keberadaan Tuhan, sementara para koruptor itu tahu dan
percaya adanya Tuhan, bahkan kadang di depan publik bersikap terlalu agamis,
namun di balik layar kelakuan mereka justru tak lagi takut dengan yang namanya
dosa dan hukuman Tuhan.
Saya
sepakat untuk saat ini politik memang kejam. Tapi bukan karena itu sifat
natural yang dibawa oleh sistem politik. Politik kejam karena pembuat sistem
dan eksekutornya yang menciptakan politik sebagai suatu robot yang kejam dan
tak manusiawi. Dia mampu mengambil hak rakyat meskipun tahu rakyat telah cukup
sengsara. Dia mampu membunuh lawan yang dianggap akan menghambatnya. Dia mampu
memfitnah orang yang dianggap merugikannya. Tapi jika seandainya penguasanya
menciptakan politik sebagai robot yang baik, seperti transformer, yang justru
selalu membantu manusia, bukankah takkan terjadi bunuh-membunuh,
fitnah-memfitnah dan saling menghancurkan di dunia politik.
Seorang
kawan pernah berkata kepada saya, di dunia politik dan birokrasi, pejabat yang
baik hanya berada dalam 2 pilihan, yaitu menjadi kaum minoritas yang menjunjung
idealismenya namun kesulitan mengubah sistem menjadi benar dan akhirnya justru
dijatuhkan oleh lawan politik yang tak suka padanya atau terjebak pada pusaran
arus jahat di sekitarnya. Namun akankah pepatah ini dipertahankan hingga ke
generasi-generasi di bawah kita.
Omong
kosong saja orang yang hanya bisa mengkritik politik ini tapi tak bisa
bertindak apa-apa karena takut akan terjerembab seperti kondisi di atas. Kalau
mereka inginkan yang lebih baik, mengapa tak bertindak dan hanya menunggu.
Apakah mental anak bangsa sekarang seperti ini? Hanya memikirkan perut saja.
Yang penting saya diterima di perusahaan multinasional atau internasional dan
keluarga saya hidup makmur. Karna saya jengah dengan kondisi bangsa saya.
Kasihan Almarhum Bung Karno dan Bung Hatta yang telah mencoba memimpin
memerdekakan bangsa ini jika nasionalisme tak lagi dimiliki generasi
penerusnya.
Bersyukurlah
saya masih memiliki pandangan idealis ini karena berada di lingkungan idealis
kampus saya. Tak salah Tuhan menempatkan saya di kampus para generasi terbaik
bangsa. Dan tak salah Tuhan menunjukkan saya menjadi calon decision maker bagi Indonesia di masa mendatang.
Saya
ingin jadi pemimpin. Ya, nantinya saya ingin menjadi birokrat, politikus,
pejabat, abdi negara atau entah apapun itu namanya. Namun saya tahu, saya
takkan bisa bertahan jika hanya saya yang ada di lingkaran setan politik itu.
Saya
butuh kawan-kawan saya, orang dengan visi yang sama, orang dengan idealisme
yang sama, yang masih mencintai negaranya dan mau mengabdi. Bukankah sesuatu
yang indah jika anak cucu kita nanti melihat berita pejabat-pejabat
berprestasi, pejabat yang dekat dengan rakyat dan Indonesia yang dipandang baik
di mata dunia internasional. Sehingga korupsi hanyalah cerita tentang masa lalu
suram bangsanya.
Solo, 13 Januari 2015
Komentar
Posting Komentar