KEMAHASISWAAN ITB DI MATA NYOMAN ANJANI: SANG PEMIMPIN PERGERAKAN MAHASISWA ITB


Siapa yang tidak mengetahui sosok Nyoman Anjani. Hampir seluruh mahasiswa Kampus Ganesha telah mengenal sosok wanita cantik ini entah berpapasan langsung di kampus atau melihatnya tampil dalam forum-forum KM ITB. Bahkan soosknya telah dikenal oleh khalayak luas di berbagai kampus di Indonesia. Konon kabarnya, menurut salah satu artikel di media sosial, Nyoman sempat mendapat sebutan sebagai Ketua BEM tercantik di Indonesia. Namun ternyata bukan hanya kecantikan fisik yang miliki, akan tetapi banyak hal menarik yang tersimpan dalam pribadi sang K3M ITB saat ini (periode 2013/2014).
Jumat, 14 Februari 2014 di sela-sela kesibukan akademiknya sebagai mahasiswa Tingkat Akhir, penulis mendapat kesempatan untuk mengenal lebih dekat sosok Nyoman. Beliau merupakan sosok yang ramah sekalipun beliau tidak begitu mengenal dekat penulis. Penulis ingat saat secara tidak sengaja berpapasan dengan beliau pada hari Kamis malam dan mengajak beliau untuk berbincang secara personal. Beliau langsung saja menyetujui ajakan penulis. Kesan pertama yang penulis dapatkan adalah perempuan yang feminim, ramah serta murah senyum namun tetap memiliki wibawa dan pemikiran yang tajam dan kritis.
Saat penulis bertanya dengan kondisi kemahasiswaan saat ini di ITB, beliau justru mencoba melemparkan beberapa pertanyaan kepada penulis dan menurut penulis hal tersebut cukup membuka pandangan penulis terkait kehidupan mahasiswa dari sisi seorang ketua kabinet yang menginginkan partisipasi dan kepedulian mahasiswa terhadap kondisi KM ITB. Basis massa KM ITB menurut beliau bukanlah seluruh mahasiswa S1 yang secara normatif tertera dalam Konsepsi KM ITB namun adalah himpunan-himpunan jurusan yang ada di ITB.

Unit kebudayaan mahasiswa memang merupakan salah satu elemen KM ITB namun elemen tersebut tidak memiliki “bargaining position” sekuat himpunan. UKM hanya menjadi salah satu wadah pendukung dalam KM ITB untuk mewadahi minat dan bakat mahasiswa. Akan tetapi, himpunan mempunyai peranan sangat penting untuk mendukung pergerakan kemahasiswaan di ITB. Himpunan sangat berperan mempengaruhi dinamisasi kampus ini. 

Namun, Nyoman sangat menyayangkan kondisi mayoritas himpunan yang belum terlalu peduli dengan kondisi terpusat. Arogansi himpunan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah fokus kepemimpinan di tiap himpunan yang lebih bergerak untuk memperbaiki kondisi internal himpunan. Kemudian adanya sistem kaderisasi himpunan yang menanamkan kecintaan yang sangat tinggi terhadap himpunan. Sebenarnya kecintaan tersebut bukanlah hal yang salah, namun apabila hal tersebut menyebabkan anggota himpunan tidak peduli dengan kondisi kemahasiswaan terpusat maka justru menyebabkan persaingan yang tidak baik antar himpunan. Akan tetapi, kondisi arogansi tersebut kini mulai berkurang ditandai dengan arah pergerakan kemahasiswaan yang mengacu untuk berkolaborasi antar keilmuan. Kini beberapa himpunan telah mencoba untuk melakukan suatu kegiatan besar yang menggabungkan beberapa keilmuan dan mengajak kerjasama antarhimpunan.

Kemudian saat beliau mencoba berbagi cerita tentang partisipasi mahasiswa ITB, Nyoman merasa partisipasi mahasiswa baik sebagai perwakilan lembaga ataupun individu masih rendah. Terkadang, beberapa himpunan terkesan mengekang anggotanya untuk aktif di terpusat dan cenderung disibukkan dengan kegiatan internal. Padahal Nyoman sangat berharap himpunan dapat menjalankan peran mereka sebagai satu elemen pendukung terkuat KM ITB. Himpunan sebagai community building sangat berperan untuk membangun karakter anggotanya sehingga mereka dapat memahami potensi, posisi dan peran mereka masing-masing baik di himpunan dan di organisasi terpusat KM ITB. 

Menurut Nyoman, beberapa himpunan juga masih belum siap dengan sistem pengambilan aspirasi secara bottom up.  Beberapa himpunan masih merasa nyaman dengan sistem top down dimana kabinet lebih aktif untuk meminta aspirasi. Apalagi sistem yang dibangun antara kabinet dan himpunan bukanlah sesuatu sistem komando namun dihubungkan lewat jalur koordinasi sehingga kabinet tidak bisa memaksa partisipasi aktif dari himpunan. Sehingga Nyoman mencoba pendekatan ke himpunan melalui sistem semi bottom up sehingga dapat mewadahi kebutuhan semua himpunan ataupun unit untuk menyalurkan aspirasi mereka.

Lalu apabila bercerita tentang visi yang dibawa Nyoman untuk KM ITB, penulis melihat bahwa Nyoman memiliki mimpi besar dan kerinduan untuk membawa pergerakan mahasiswa ITB bukan lagi sekedar membahas masalah internal kampus namun dapat turun langsung ke masyarakat melihat realita Bangsa Indonesia, yang salah satunya diwujudkan dalam bentuk program Tunas Pelita Muda. Program tersebut juga dapat menyatukan mahasiswa dari berbagai jurusan untuk dapat bergabung menganalisis masalah di daerah sesuai keilmuan masing-masing dan berbagi manfaat kepada mereka. 

Nyoman melihat bahwa terdapat kebanggaan semu di dalam diri mahasiswa ITB yang masih memiliki paradigma ITB sebagai Institut Terbaik Bangsa. Padahal kondisi universitas lain ternyata lebih banyak juga yang mampu berprestasi dan mengejar ITB. Beliau menambahkan apabila tidak ada kesadaran dalam diri mahasiswa untuk lebih memajukan ITB maka kita juga dapat tertinggal dari universitas lain. Sebab sejak zaman kaderisasi seperti OSKM di ITB, universitas lain telah menanamkan hal penting bagi mahasiswa untuk berkarya dan itulah yang dinilai sebagai kekurangan di ITB. 

Penanaman hal untuk mengembangkan karya di ITB baru dimulai saat mereka telah memasuki tingkat 2 dalam kaderisasi masing-masing himpunan sesuai bidang keilmuan masing-masing. Nyoman juga menekankan jangan sampai kita sebagai mahasiswa menghasilkan karya untuk sekedar eksistensi diri dan publikasi yang dipamerkan ke universitas lain namun perlu ditumbuhkan pemahaman bahwa karya mahasiswa merupakan karya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas sesuai dengan tujuan KM ITB.

Terakhir, harapan Nyoman bagi kondisi kemahasiswaan ITB ke depannya agar mahasiswa semakin memiliki kepedulian terhadap kondisi sekitarnya dan dapat mencerdaskan masyarakat, terutama masyarakat kecil yang seringkali hanya menjadi korban dari suatu kebijakan. HMP juga dapat diharapkan dapat menjadi pemimpin bagi himpunan-himpunan lain untuk mengambil sikap dan berpikir kritis karena hanya himpunan inilah yang mampu memberikan pandangan sikap tentang kebijakan dan belajar banyak mengenai bidang sosial politik. HMP juga diharapkan dapat memanfaatkan potensi besar yang dimiliki untuk berperan secara aktif bagi KM ITB, salah satunya melalui pembelajaran bagi himpunan lain untuk dapat menerapkan budaya kajian yang komprehensif dan sistematis serta berpikir kritis  karena belum semua himpunan mengetahui potensi dan peran mereka bagi KM ITB.

“Banyak mahasiswa yang melihat realita bangsa ini dan berpikir untuk berbuat sesuatu bagi bangsanya, tapi masih sedikit yang bertindak”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

YAKIN BERHIJAB?

PENGORBANAN SELALU MEMBUTUHKAN HARGA