REVOLUSI MENTAL

(Tulisan ini BUKAN TENDENSI penulis semata terhadap salah satu calon presiden. Penulis hanya mengungkapkan curahan pemikiran terkait fenomena kata "Revolusi Mental" yang akhir-akhir ini kerap digunakan oleh masyarakat kita)

Revolusi Mental. Menurut saya, kata ini cukup cetar membahana dampaknya di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak pengguna akun sosial media pun menggunakan kata-kata ini. Entah yang menjadi pendukung salah satu calon presiden atau pendukung calon presiden lain yang mengkritik fenomena kata ini. Tapi, sebelumnya saya mengapresiasi usaha Bapak Capres No 2 beserta tim atas kreativitasnya menemukan kata ini (karena budaya apresiasi di negara ini semakin berkurang yanga da hanya gunjingan dan kritikan pedas tak membangun). Dan perlu diingat saya disini HANYA MENGAPRESIASI dan BELUM PASTI MENDUKUNG atau menjadi tim sukses.

Kita sadari atau tidak sebenarnya pembentukan karakter atau mental baru bagi masyarakat Indonesia menjadi suatu isu yang sangat penting dan strategis. Definisi revolusi mental hanyalah suatu kemasan unik terhadap upaya pemerintah membangun kembali mental dari rakyatnya.

Mengapa revolusi mental penting dilakukan saat ini? Sebobrok itukah kondisi mental rakyat kita? Lalu, mental apa yang sebenarnya dibangun?

Pertama, saya terlebih dahulu ingin memberikan pemaknaan mengenai revolusi mental. Revolusi adalah suatu perubahan secara mendasar yang terkadang dilakukan dengan kekerasan, namun menghasilkan suatu yang benar-benar baru dari sistem yang telah ada. Sementara, mental adalah hal yang berkaitan dengan watak manusia. Jadi, menurut saya, revolusi mental bermaknan perubahan secara mendasar terkait dengan watak manusia yang dinilai kurang baik menjadi hal yang lebih baik, dimana dalam melakukan perubahan terkadang menggunakan cara-cara yang keras.

Lalu, apabila ditanya mengapa revolusi mental menjadi suatu agenda yang penting bagi sistem ketatanegaraan kita. Saya rasa hal ini justru harus menjadi prioritas utama para pemimpin nantinya entah Pak Prabowo ataukah Pak Jokowi. Tapi saya rasa kedua calon tersebut apabila terpilih sangat amat harus memperbaiki mental bangsa kita. Menurut logika saya, sistem penyelenggaraan negara yang ada di Indonesia ini sudah ideal. Yang bermasalah adalah PARA PENYELENGGARA NEGARAnya!!!

Mau bukti? Menurut data ICW, pada tahun 2013 kasus korupsi yang terungkap di Indonesia sudah mencapai angka 1271 tersangka. Bahkan negara harus menanggung kerugian kehilangan uang sebesaR 7,1 trilyun rupiah. Sungguh angka fantastis. Nominal sangat besar yang seharusnya dapat digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa  dan memajukan kesejahteraan umum. Namun justru jatuh di tangan para pencuri uang negara yang tidak bermoral menyalahgunakan kekuasaan mereka.

Tapi, saya sangat memberikan apresiasi kepada bapak/ibu pegawai KPK yang telah berusaha keras mengungkap kasus korupsi di Indonesia dan semakin tahun semain terbongkar. Eh, tapi bukannya sesuatu yang epic kalau tiap tahun kasus korupsi di Indonesia justru diketahui semakin meningkat dong. Bukannya semakin berkurang. Lalu negara semakin rugi saja dan masyarakat semakin tidak sejahtera. Oh, sungguh sial rasanya masyarakat yang memiliki KTP Indonesia. Uang yang mereka bayarkan kepada pemerintah justru dimakan oleh pejabatnya sendiri (meskipun saya cukup percaya masih ada pejabat yang jujur).

Jadi, cukup jelaskan contoh di atas betapa menunjukkan salah satu  kebobrokan mental sebagian bangsa kita. MENTAL KORUP!

Eh, tapi tak berhenti sampai situ saja. Masih ada yang lain ternyata.

Coba amati berita-berita beberapa saat yang lalu. Saat sedang ramai-ramainya pemerintah membahas akan mengurangi jatah subsidi BBM. Banyak masyarakat yang mengeluh dengan kebijakan ini. Menurut saya, ya harusnya sudah dari dulu jatah subsidi BBM dikurangi. Toh, coba lihat orang yang menggunakan subsidi bukan hanya para pengguna sepeda motor dan angkutan umum. Mobil dengan brand BMW, mercedez dan kawan-kawannya juga merasa tak malu membeli BBM bersubsidi. Membeli mobil seharga ratusan juta saja sanggup pak, masak membeli BBM tak bersubsidi tak sanggup.

Itu mental yang masih dijaga sebagian masyarakat kita lainnya. MENTAL KESERAKAHAN!

Lalu coba Anda berjalan-jalan santai ke lingkungan sekitar. Lihat kondisi lingkungan Anda. Sudah cukup bersihkah? Bagaimana kondisi sungainya? Air yang jernihkah atau justru air hitam pekat limbah dan sampah-sampah yang menggenang. Jika di luar negeri mungkin banyak warga negara lain yang dapat menikmati keindahan lingkungan sekitarnya dan gemericik air sungai yang jernih. Tapi, di Indonesia. Coba tengok Sungai Ciliwung, Citarum, Cikapundung dan sungai-sungai lain di kota besar. Sudah seperti pasar barang bekas saja. Kasur, mobil, TV, HP, sandal ada mengapung di atas sungai. Heran sekali saya dengan pola pikir masyarakat yang tega mengotori lingkungannya.

Sementara itu, di sisi lain kota besar kita juga dapat melihat banyak anak-anak yang menghabiskan waktunya tiap hari berpanas terik ria di jalanan menyanyi, orang-orang tua cacat menyeberang sendirian, masyarakat berebut masuk ke dalam busway saling dorong, orang kaya membuang makanan sisa dari dalam mobil sementara yang lain masih saja memungut sampah.

Ya, itu juga mental yang masih dimiliki sebagian besar orang-orang kita. Apalagi orang yang sudah terkontaminasi menjadi bagian hidup kosmpolitan. MENTAL CUEK!
Tak peduli lagi dengan lingkungannya. Buang sampah sembarangan. Tak peduli sesamanya yang penting gue kenyang hidup bahagia ga menderita.

Mau sampai kapan mental-mental seperti itu dipertahankan? Kenapa mesti sekarang? Ya apa harus nunggu besok sampai kita tahu mendekati kiamat atau kondisi bangsa kita sudah benar-benar dilanda bencana setiap hari, terpuruk dan susah baru orang-orangnya mau berubah. Mungkin memang susah mengubah watak orang. Tapi coba kita memulai refleksi dari masing-masing diri kita seperti apakah kita sekarang.

Percuma bapak-bapak calon pemimpin punya visi misi program yang bagus buat bangsanya. Percuma mereka menghabiskan bertrilyun APBN untuk membangun fasilitas-fasilitas terbaik kalo pejabat dan rakyatnya masih semena-mena sendiri dan tak bisa merawatnya. Hanya tinggal menunggu waktu saja negara ini hancur karena sikap masyarakatnya sendiri. Pemimpin tak selalu salah karena tak becus memimpin negaranya. Rakyat meskipun sebagai orang yang dilayani oleh pemimpin juga harus sadar kan tanggungjawabnya. Jangan cuma punya MENTAL TERTINDAS yang hanya menuntut hak tanpa melaksanakan kewajiban. Apa gunanya kita hidup di sistem demokrasi seperti sekarang kalo mentalnya masih sama dengan zaman penjajahan.

Akhirnya, setelah mengetahui kebobrokan mental di atas. Mental seperti apakah yang mau dibangun? Tak perlu mencari susah-susah deskripsinya. Tinggal bangun saja antithesis dari kebobrokan-kebobrokan di atas. Itulah yang akan membawa masa depan bangsa jadi lebih baik.
"Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Kalau bukan kita, siapa lagi."



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEMAHASISWAAN ITB DI MATA NYOMAN ANJANI: SANG PEMIMPIN PERGERAKAN MAHASISWA ITB

YAKIN BERHIJAB?

PENGORBANAN SELALU MEMBUTUHKAN HARGA